Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah Siwa'), dan memang di garbagriha
(ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga
meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.
Roro Jonggrang History
Kompleks candi ini terletak di kecamatan Prambanan, Sleman dan kecamatan Prambanan, Klaten, kurang lebih 17 kilometer timur laut Yogyakarta, 50 kilometer barat daya Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.[2] Letaknya sangat unik, Candi Prambanan terletak di wilayah administrasi desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, sedangkan pintu masuk kompleks Candi Prambanan terletak di wilayah adminstrasi desa Tlogo, Prambanan, Klaten.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO,
candi Hindu terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah
di Asia Tenggara. Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping
sesuai dengan arsitektur Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai
candi utama memiliki ketinggian mencapai 47 meter menjulang di tengah
kompleks gugusan candi-candi yang lebih kecil. Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, di masa kerajaan Medang Mataram.
Nama Prambanan, berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa dari istilah teologi Hindu Para Brahman yang bermakna "Brahman Agung" yaitu Brahman atau realitas abadi tertinggi dan teragung yang tak dapat digambarkan, yang kerap disamakan dengan konsep Tuhan dalam agama Hindu. Pendapat lain menganggap Para Brahman mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana. Pendapat lain mengajukan anggapan bahwa nama "Prambanan" berasal dari akar kata mban dalam Bahasa Jawa yang bermakna menanggung atau memikul tugas, merujuk kepada para dewa Hindu yang mengemban tugas menata dan menjalankan keselarasan jagat.
Nama asli kompleks candi Hindu ini adalah nama dari Bahasa Sansekerta; Siwagrha (Rumah Siwa) atau Siwalaya (Alam Siwa), berdasarkan Prasasti Siwagrha yang bertarikh 778 Saka (856 Masehi). Trimurti dimuliakan dalam kompleks candi ini dengan tiga candi utamanya memuliakan Brahma, Siwa, dan Wisnu. Akan tetapi Siwa Mahadewa yang menempati ruang utama di candi Siwa adalah dewa yang paling dimuliakan dalam kompleks candi ini
Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah
dibangun di Jawa kuno, pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh
Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha Borobudur dan juga candi Sewu
yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama menduga
bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali
berkuasanya keluarga Sanjaya
atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang
saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa Sailendra
penganut Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa
Hinduisme aliran Saiwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan,
setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta adalah Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa').
Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha
tengah berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air
untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud
adalah sungai Opak
yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi
Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi
sehingga erosi sungai dapat membahayakan konstruksi candi. Proyek tata
air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong
lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di
luar kompleks candi. Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk
memberikan lahan yang lebih luas bagi pembangunan deretan candi perwara
(candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau.
Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong,
dan diperluas dengan membangun ratusan candi-candi tambahan di sekitar
candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi Prambanan berfungsi
sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya berbagai upacara
penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa
ratusan pendeta brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan atau keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di Dataran Kewu.
Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah
dibangun di Jawa kuno, pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh
Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha Borobudur dan juga candi Sewu
yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama menduga
bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali
berkuasanya keluarga Sanjaya
atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang
saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu dan wangsa Sailendra
penganut Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa
Hinduisme aliran Saiwa kembali mendapat dukungan keluarga kerajaan,
setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta adalah Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa').[5]
Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha
tengah berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air
untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud
adalah sungai Opak
yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks candi
Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi
sehingga erosi sungai dapat membahayakan konstruksi candi. Proyek tata
air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong
lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di
luar kompleks candi. Bekas aliran sungai asli kemudian ditimbun untuk
memberikan lahan yang lebih luas bagi pembangunan deretan candi perwara
(candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang utama) dalam candi Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja Balitung, sebagai arca pedharmaan anumerta beliau.
Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram berikutnya, seperti raja Daksa dan Tulodong,
dan diperluas dengan membangun ratusan candi-candi tambahan di sekitar
candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi Prambanan berfungsi
sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya berbagai upacara
penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan menduga bahwa
ratusan pendeta brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab Weda dan melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan atau keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di Dataran Kewu.
Diterlantarkan
Sekitar tahun 930-an, ibu kota kerajaan berpindah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok, yang mendirikan Wangsa Isyana.
Penyebab kepindahan pusat kekuasaan ini tidak diketahui secara pasti.
Akan tetapi sangat mungkin disebabkan oleh letusan hebat Gunung Merapi
yang menjulang sekitar 20 kilometer di utara candi Prambanan.
Kemungkinan penyebab lainnya adalah peperangan dan perebutan kekuasaan.
Setelah perpindahan ibu kota, candi Prambanan mulai terlantar dan tidak
terawat, sehingga pelan-pelan candi ini mulai rusak dan runtuh.
Bangunan candi ini diduga benar-benar runtuh akibat gempa bumi hebat
pada abad ke-16. Meskipun tidak lagi menjadi pusat keagamaan dan ibadah
umat Hindu, candi ini masih dikenali dan diketahui keberadaannya oleh
warga Jawa yang menghuni desa sekitar. Candi-candi serta arca Durga dalam bangunan utama candi ini mengilhami dongeng rakyat Jawa yaitu legenda Rara Jonggrang. Setelah perpecahan Kesultanan Mataram pada tahun 1755, reruntuhan candi dan sungai Opak di dekatnya menjadi tanda pembatas antara wilayah Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta (Solo).
Penemuan kembali
Penduduk lokal warga Jawa di sekitar candi sudah mengetahui
keberadaan candi ini. Akan tetapi mereka tidak tahu latar belakang
sejarah sesungguhnya, siapakah raja dan kerajaan apa yang telah
membangun monumen ini. Sebagai hasil imajinasi, rakyat setempat
menciptakan dongeng lokal untuk menjelaskan asal-mula keberadaan
candi-candi ini; diwarnai dengan kisah fantastis mengenai raja raksasa,
ribuan candi yang dibangun oleh makhluk halus jin dan dedemit hanya
dalam tempo satu malam, serta putri cantik yang dikutuk menjadi arca.
Legenda mengenai candi Prambanan dikenal sebagai kisah Rara Jonggrang.
Pada tahun 1733, candi ini ditemukan oleh CA. Lons seorang
berkebangsaan Belanda. Candi ini menarik perhatian dunia ketika pada
masa pendudukan Britania atas Jawa. Ketika itu Colin Mackenzie, seorang surveyor bawahan Sir Thomas Stamford Raffles,
menemukan candi ini. Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan
penyelidikan lebih lanjut, reruntuhan candi ini tetap terlantar hingga
berpuluh-puluh tahun. Penggalian tak serius dilakukan sepanjang 1880-an
yang sayangnya malah menyuburkan praktek penjarahan ukiran dan batu
candi. Kemudian pada tahun 1855 Jan Willem IJzerman mulai membersihkan dan memindahkan beberapa batu dan tanah dari bilik candi. Beberapa saat kemudian IsaƤc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi tersebut ditumpuk secara sembarangan di sepanjang Sungai Opak.
Arca-arca dan relief candi diambil oleh warga Belanda dan dijadikan
hiasan taman, sementara warga pribumi menggunakan batu candi untuk bahan
bangunan dan pondasi rumah.
Pemugaran
Pemugaran dimulai pada tahun 1918, akan tetapi upaya serius yang sesungguhnya dimulai pada tahun 1930-an. Pada tahun 1902-1903, Theodoor van Erp memelihara bagian yang rawan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Jawatan Purbakala (Oudheidkundige Dienst)
di bawah P.J. Perquin dengan cara yang lebih sistematis sesuai kaidah
arkeologi. Sebagaimana diketahui para pendahulunya melakukan pemindahan
dan pembongkaran beribu-ribu batu secara sembarangan tanpa memikirkan
adanya usaha pemugaran kembali. Pada tahun 1926 dilanjutkan De Haan
hingga akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 digantikan oleh
Ir. V.R. van Romondt hingga pada tahun 1942 dan kemudian diserahkan
kepemimpinan renovasi itu kepada putra Indonesia dan itu berlanjut
hingga tahun 1993 .
Upaya renovasi terus menerus dilakukan bahkan hingga kini. Pemugaran
candi Siwa yaitu candi utama kompleks ini dirampungkan pada tahun 1953
dan diresmikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia Sukarno.
Banyak bagian candi yang direnovasi, menggunakan batu baru, karena
batu-batu asli banyak yang dicuri atau dipakai ulang di tempat lain.
Sebuah candi hanya akan direnovasi apabila minimal 75% batu asli masih
ada. Oleh karena itu, banyak candi-candi kecil yang tak dibangun ulang
dan hanya tampak fondasinya saja.
Kini, candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia yang dilindungi oleh UNESCO,
status ini diberikan UNESCO pada tahun 1991. Kini, beberapa bagian
candi Prambanan tengah direnovasi untuk memperbaiki kerusakan akibat
gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini telah merusak sejumlah bangunan dan
patung.
Peristiwa kontemporer
Pada awal tahun 1990-an pemerintah memindahkan pasar dan kampung yang merebak secara liar di sekitar candi, menggusur kawasan perkampungan dan sawah di sekitar candi, dan memugarnya menjadi taman purbakala. Taman purbakala ini meliputi wilayah yang luas di tepi jalan raya Yogyakarta-Solo di sisi selatannya, meliputi seluruh kompleks candi Prambanan, termasuk Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Sewu di sebelah utaranya. Pada tahun 1992 Pemerintah Indonesia Perusahaan milik negara, Persero PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Badan usaha ini bertugas mengelola taman wisata purbakala di Borobudur, Prambanan, Ratu Boko, serta kawasan sekitarnya. Prambanan adalah salah satu daya tarik wisata terkenal di Indonesia yang banyak dikunjungi wisatawan dalam negeri ataupun wisatwan mancanegara.
Tepat di seberang sungai Opak dibangun kompleks panggung dan gedung
pertunjukan Trimurti yang secara rutin menggelar pertunjukan Sendratari Ramayana.
Panggung terbuka Trimurti tepat terletak di seberang candi di tepi
Barat sungai Opak dengan latar belakang Candi Prambanan yang disoroti
cahaya lampu. Panggung terbuka ini hanya digunakan pada musim kemarau,
sedangkan pada musim penghujan, pertunjukan dipindahkan di panggung
tertutup. Tari Jawa Wayang orang Ramayana ini adalah tradisi adiluhung keraton
Jawa yang telah berusia ratusan tahun, biasanya dipertunjukkan di
keraton dan mulai dipertunjukkan di Prambanan pada saat bulan purnama
sejak tahun 1960-an. Sejak saat itu Prambanan telah menjadi daya tarik
wisata budaya dan purbakala utama di Indonesia.
Setelah pemugaran besar-besaran tahun 1990-an, Prambanan juga kembali
menjadi pusat ibadah agama Hindu di Jawa. Kebangkitan kembali nilai
keagamaan Prambanan adalah karena terdapat cukup banyak masyarakat
penganut Hindu,
baik pendatang dari Bali atau warga Jawa yang kembali menganut Hindu
yang bermukim di Yogyakarta, Klaten dan sekitarnya. Tiap tahun warga
Hindu dari provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta berkumpul di candi
Prambanan untuk menggelar upacara pada hari suci Galungan, Tawur Kesanga, dan Nyepi.
Pada 27 Mei 2006 gempa bumi dengan kekuatan 5,9 pada skala Richter (sementara United States Geological Survey melaporkan kekuatan gempa 6,2 pada skala Richter) menghantam daerah Bantul
dan sekitarnya. Gempa ini menyebabkan kerusakan hebat terhadap banyak
bangunan dan kematian pada penduduk sekitar. Gempa ini berpusat pada
patahan tektonik Opak yang patahannya sesuai arah lembah sungai Opak
dekat Prambanan. Salah satu bangunan yang rusak parah adalah kompleks
Candi Prambanan, khususnya Candi Brahma. Foto awal menunjukkan bahwa
meskipun kompleks bangunan tetap utuh, kerusakan cukup signifikan.
Pecahan batu besar, termasuk panil-panil ukiran, dan kemuncak wajra
berjatuhan dan berserakan di atas tanah. Candi-candi ini sempat ditutup
dari kunjungan wisatawan hingga kerusakan dan bahaya keruntuhan dapat
diperhitungkan. Balai arkeologi Yogyakarta menyatakan bahwa diperlukan
waktu berbulan-bulan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang
diakibatkan gempa ini.
Beberapa minggu kemudian, pada tahun 2006 situs ini kembali dibuka
untuk kunjungan wisata. Pada tahun 2008, tercatat sejumlah 856.029
wisatawan Indonesia dan 114.951 wisatawan mancanegara mengunjungi
Prambanan. Pada 6 Januari 2009 pemugaran candi Nandi selesai. Pada tahun 2009, ruang dalam candi utama tertutup dari kunjungan wisatawan atas alasan keamanan.
Kompleks candi
Pintu masuk ke kompleks bangunan ini terdapat di keempat arah penjuru
mata angin, akan tetapi arah hadap bangunan ini adalah ke arah timur,
maka pintu masuk utama candi ini adalah gerbang timur. Kompleks candi
Prambanan terdiri dari:
- 3 Candi Trimurti: candi Siwa, Wisnu, dan Brahma
- 3 Candi Wahana: candi Nandi, Garuda, dan Angsa
- 2 Candi Apit: terletak antara barisan candi-candi Trimurti dan candi-candi Wahana di sisi utara dan selatan
- 4 Candi Kelir: terletak di 4 penjuru mata angin tepat di balik pintu masuk halaman dalam atau zona inti
- 4 Candi Patok: terletak di 4 sudut halaman dalam atau zona inti
- 224 Candi Perwara: tersusun dalam 4 barisan konsentris dengan jumlah candi dari barisan terdalam hingga terluar: 44, 52, 60, dan 68
Maka terdapat total 240 candi di kompleks Prambanan.
Aslinya terdapat 240 candi besar dan kecil di kompleks Candi Prambanan.[13]
Tetapi kini hanya tersisa 18 candi; yaitu 8 candi utama dan 8 candi
kecil di zona inti serta 2 candi perwara. Banyak candi perwara yang
belum dipugar, dari 224 candi perwara hanya 2 yang sudah dipugar, yang
tersisa hanya tumpukan batu yang berserakan. Kompleks candi Prambanan
terdiri atas tiga zona; pertama adalah zona luar, kedua adalah zona
tengah yang terdiri atas ratusan candi, ketiga adalah zona dalam yang
merupakan zona tersuci tempat delapan candi utama dan delapan kuil
kecil.
Penampang denah kompleks candi Prambanan adalah berdasarkan lahan
bujur sangkar yan terdiri atas tiga bagian atau zona, masing-masing
halaman zona ini dibatasi tembok batu andesit. Zona terluar ditandai
dengan pagar bujur sangkar yang masing-masing sisinya sepanjang 390
meter, dengan orientasi Timur Laut - Barat Daya. Kecuali gerbang selatan
yang masih tersisa, bagian gerbang lain dan dinding candi ini sudah
banyak yang hilang. Fungsi dari halaman luar ini secara pasti belum
diketahui; kemungkinan adalah lahan taman suci, atau kompleks asrama
Brahmana dan murid-muridnya. Mungkin dulu bangunan yang berdiri di
halaman terluar ini terbuat dari bahan kayu, sehingga sudah lapuk dan
musnah tak tersisa.
Candi Prambanan adalah salah satu candi Hindu terbesar di Asia Tenggara selain Angkor Wat. Tiga candi utama disebut Trimurti dan dipersembahkan kepadantiga dewa utama Trimurti: Siwa sang Penghancur, Wisnu sang Pemelihara dan Brahma sang Pencipta.
Di kompleks candi ini Siwa lebih diutamakan dan lebih dimuliakan dari
dua dewa Trimurti lainnya. Candi Siwa sebagai bangunan utama sekaligus
yang terbesar dan tertinggi, menjulang setinggi 47 meter.
0 komentar:
Posting Komentar